Uncategorized

Wisata Religi Candi Jolotundo, Airnya Terkenal Bikin Awet Muda!

Trippers.id – Ada yang tersembunyi di lereng bukit daerah Mojokerto: sebuah kolam eksotis tempat pemandian keluarga Majapahit, sejak 997 M bernama Petirtaan Jolotundo. Menurut beberapa sumber, Petirtaan Jolotundo berasal dari istilah kuno. Jala atau Jolo berarti air, sedang Tunda atau Tundo berarti bertingkat yang jika digabungkan berarti kolam dengan air yang keluar dari pancuran yang dibuat bertingkat.

Berada di lereng bukit Bekal, salah satu puncak gunung Penanggungan, Petirtaan Jolotundo dikenal dengan kejernihan air dan kandungan mineralnya yang tinggi. Dibangun pada 997 M, kompleks candi yang dibuat oleh Raja Udayana ini pada masanya merupakan persembahan bagi kelahiran putra mereka Airlangga, yang lahir pada tahun 991 M.
Raja Udayana Selain candi, Raja Udayana juga membuat kolam mandi yang berisi mata air yang hingga kini tidak pernah surut. Selain tidak pernah surut, bahkan ulasan singkat milik eastjava.com mengatakan bahwa air dalam kolam Jolotundo dinyatakan sebagai air terbaik di dunia setelah air zam-zam. Pernyataan tersebut tentu saja tidak disandarkan tanpa alasan. Lokasinya yang berada di kaki pegunungan vulkanik kiranya menjadi alasan kuat mengapa posisinya hampir disejajarkan dengan legenda air yang lain, yaitu air zam-zam.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli hidrogeologi ditemukan fakta bahwa mata air pegunungan vulkanik memenuhi tiga syarat karakterisitik sumber air tanah yang baik yang mencakup kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Kuantitas dipengaruhi oleh faktor alami curah hujan, siklus air dan kondisi hidrogeologis di sekitar sumber daya air tersebut. Lalu kualitas dipengaruhi oleh faktor alami (kondisi serta komposisi tanah dan batuan) maupun aktivitas manusia seperti pertanian, pencemaran rumah tangga, industri, dan lain sebagainya. Sedangkan kontinuitas memberi keseimbangan antara pemakaian dan pengisian ulang.

Jika menilik kondisi serta lokasi mata air Jolotundo yang berada di kaki gunung vulkanik serta bebas dari aktivitas manusia yang membahayakan keberlangsungan jernihnya air, maka kiranya pernyataan mengenai kadar murninya yang setara air zam-zam dapat dibenarkan. Mata air di kolam Petirtaan Jolotundo dikelilingi oleh bebatuan candi yang dapat sekaligus berfungsi sebagai akuifer buatan. Dalam ilmu hidrogeologi, akuifer merupakan suatu batuan atau formasi yang memiliki kemampuan menyimpan dan mengalirkan air tanah dengan jumlah berarti. Untuk dapat berfungsi sebagai akuifer, suatu batuan harus berpori atau berongga yang berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menyimpan dan membiarkan air bergerak dari rongga ke rongga. Dan bebatuan candi di Petirtaan Jolotundo memiliki syarat tersebut.

Foto : www.youtube.com

Petirtaan Jolotundo yang dilindungi sebagai warisan sejarah budaya juga tidak diperkenankan untuk dipakai untuk aktivitas industri. Aktivitas yang diperbolehkan hanya mandi—atau memandikan barang kramat serta pengairan pertanian yang dialirkan lewat jalur bawah tanah. Bahkan bagi pengunjung yang berniat mandi, terdapat larangan untuk membawa peralatan mandi seperti shampoo, sabun, pasta gigi, dan lain-lain. Kearifan budaya tersebut kiranya menjadi salah satu alasan kuat mengapa air di Petirtaan Jolotundo disebut-sebut sebagai mata air terbaik di dunia, setelah air zam-zam.

Pariwisata Mistis dan Eksotis yang Belum Banyak Terendus

Jika kita berbicara mengenai candi-candi yang terdapat di Jawa Timur, maka mayoritas masyarakat kita akan menyebut Candi Singasari, Candi Badut, ataupun Candi Kidal. Tidak banyak yang mengetahui bahwa di kaki sebuah bukit di Mojokerto terdapat candi lain peninggalan keluarga Majapahit yang tidak kalah eksotisnya. Tidak seperti kebanyakan candi di daerah Jawa Timur yang pepohonan sekitarnya sudah banyak ‘dipangkas’, justru kawasan Candi Petirtaan Jolotundo akan mengajak anda ke suasana yang cukup mistis dan eksotis.

Saat memasuki kawasan Jalatundo, Kawan akan disambut aroma hutan rindang yang mirip-mirip Jurassic Park. Jangan khawatir kelelahan dan dehidrasi karena sepanjang jalan menuju area candi terdapat banyak gazebo untuk beristirahat dan warung-warung yang menjual makanan ringan. Tidak hanya itu, pengelola kawasan Candi Petirtaan Jolotundo juga memiliki Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan dan lingkungan hidup), menyediakan penginapan, paket Outbond dan seminar yang berbasis lingkungan.

Satu lagi, keeksotisan lain yang menjadi nilai tambah bagi Petirtaan Jolotundo adalah kentalnya budaya religi. Bagi kamu wisatawan yang menyenangi hal-hal berbau sejarah, budaya, dan religi, maka Petirtaan Jolotundo jelas harus masuk list wisata kawan-kawan. Selain karena keistimewaan arsitektur bangunan reliefnya yang mengandung pitutur tentang kehidupan sosial masyarakat Majapahit zaman dahulu, setiap malam Jumat juga biasanya akan banyak orang yang datang untuk mandi dan mengalap ‘berkah’, terutama pada malam satu Muharram. Mitos yang beredar di masyarakat Jawa menyatakan bahwa barang siapa yang mandi di kolam tersebut maka akan memiliki wajah tampan dan cantik layaknya punggawa Istana kerajaan Majapahit.
Jolotundo juga banyak dianggap sebagai bukti kecanggihan teknologi tata kelola air yang sangat maju pada zamannya. Air yang berada di petirtaan ini berasal dari Gunung Penanggungan, sebuah gunung suci bagi umat Hindu aliran Syiwa dan terus mengalir melalui jaringan bawah tanah ke sawah penduduk, lalu terus menuju ke pemukiman penduduk untuk kebutuhan sehari-hari. Karena itulah keistimewaan Jolotundo tidak hanya bermakna religius dan ritual tetapi juga sosial.

Untuk dapat ‘mengendus’ aroma mistis nan eksotis ini kamu hanya perlu pergi ke Kota Surabaya, yang merupakan starting point terdekat. Terdapat dua cara yang dapat ditempuh untuk sampai di Petirtaan Jalatundo ini: pertama lewat Pandaan dan kedua Japanan. Jika melalui Pandaan, angkutan umum hanya bisa sampai Trawas lalu dari sana dilanjutkan dengan menggunakan ojek.

Rute Surabaya-Pandaan ini dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 1,5 jam. Sementara itu jalur Japanan dapat ditempuh hanya dalam waktu kurang lebih 1 jam. Selama ini kebanyakan pengunjung yang datang adalah wisatawan yang memang berniat untuk melakukan ritual religi ataupun akademisi yang hendak melakukan penelitian. Sudah saatnya aroma keeksotisan Petirtaan Jalatundo menyebar ke wilayah dan cakupan wisatawan yang lebih jauh dan luas.

Tinggalkan Balasan