Raja Setan Dibakar di Padang!
Indonesia yang kaya akan suku dan adat kebudayaan memang tak ada habisnya jika dibicarakan Trippers, jadi tidak bosan-bosannya Trippers.id kasih tahu hal yang menarik kepada Trippers tentang Indonesia ini.
Jika berkunjung ke Kota Padang, ada salah satu ritual yang pasti ada dan diadakan secara rutin setahun sekali. Yaitu ritual membakar raja setan, weh ngeri gak sih Trippers, pada tanggal 15 bulan tujuh penanggalan Imlek, warga keturunan Tionghoa di Kota Padang, Sumatera Barat punya tradisi mengarak dan membakar patung Raja Setan. Tradisi ini sebagai salah satu ritual sembahyang Tinggi atau Tee Soe di Klenteng lama, See Hin Kiong mendoakan untuk arwah para leluhur.
Rangkaian kegiatan Sembahyang ini digelar di halaman Klenteng See Hin Kiong yang lama, Jalan Klenteng, Kelurahan Kampung Pondok, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat.
Malam hari adalah puncak dari acara Bakar Raja Setan ini Trippers, pada pukul 23.00 mulai Sembahyang Tinggi, beberapa orang dari petinggi Klenteng melakukan sembahyang di depan Tee Soe ini, Patung Raja Setan yang sudah diletakkan di tengah-tengah halaman klenteng lama See Hin Kiong dikelilingi dengan uang arwah yang terdiri atas kertas emas yang digunakan untuk upacara sembahyang kepada dewa-dewa dan kertas perak untuk upacara sembahyang kepada para leluhur dan arwah-arwah orang yang sudah meninggal dunia.
Saat pembakaran Raja Setan dimulai biasanya ratusana masyarakat akan berkumpul dalam tenda sesajen untuk berebut mengambil makanan, orang-orang biasanya berusaha untuk mengambil makanan sebanyak-banyaknya, menggunakan cara apapun, ada yang memasukkan kedalam kantong, membawa plastik dan tak segan-segan membawa karung.
Ritual ini Sembahyang Tee Soe ini merupakan tradisi etnis Tionghoa yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu dan bahkan digelar serentak diseluruh dunia. Ritual ini di laksanakan setiap tanggal 15 bulan 7 penanggalan Imlek. Hari itu memang di percaya etnis Tionghoa sebagai hari berkunjungnya arwah-arwah para leluhur.
Untuk tradisi berebut makanan sebagai simbol berbagi dengan masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi sehingga mereka bisa menikmati makanan tersebut dan diperbolehkan bagi siapa saja yang ikut mengambil makanan yang ada.