Sejarah Tugu Khatulistiwa Kota Pontianak
Indonesia termasuk negara tropis yang dilalui garis khatulistiwa atau equator dalam bahasa Inggris, sebuah garis khayal yang memisahkan bagian utara dan selatan bumi membagi dua sama besar. Di dunia hanya 14 negara yang dilalui garis khatulistiwa, jadi hal ini merupakan keistimewaan tersendiri buat Indonesia, bahkan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand pun tidak dilalui garis tersebut.
Di Indonesia sendiri pulau yang dilalui garis khatulistiwa antara lain Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Halmahera. Namun hanya ada dua kota besar yang dilewati yaitu Bukittinggi dan Pontianak, sementara di tempat lain berada di kawasan hutan atau lahan pertanian. Pontianak menjadi istimewa karena disinilah dibangun tugu untuk menandai garis tersebut.
Pertama kali tugu tersebut dibuat oleh sebuah tim ekspedisi Belanda tahun 1928 untuk menandai garis equator. Tugu tersebut berbentuk tonggak dengan anak panah yang kemudian diperbaharui dengan ditambah lingkaran tahun 1930 dan disempurnakan kembali tahun 1938 oleh Friedrich Silaban yang juga dikenal sebagai arsitek Masjid Istiqlal. Penentuan titik tersebut dilakukan secara astronomi berdasarkan rasi bintang karena belum ada GPS saat itu.
Untuk melindungi tugu tersebut, pada tahun 1990 dibangunlah sebuah gedung museum berbentuk segi delapan dan patoknya ditinggikan menjadi 4,4 meter. Sementara tugu aslinya masih tersimpan di bawah tugu yang baru tersebut. Di dalam museum juga tersimpan berbagai foto dan keterangan mengenai garis khatulistiwa sejak zaman Belanda hingga kondisi terakhirnya. Pengunjung museum akan diberikan sertifikat telah melintasi garis khatulistiwa, sama seperti ketika mengunjungi titik nol di Sabang.
Setelah ditemukan teknologi GPS, ternyata garis khatulistiwa yang selama ini dipercaya berada di dalam tugu bergeser posisinya sekitar 117 meter ke arah selatan di tepian Sungai Kapuas. Oleh karena itu sekarang dibangun tugu baru berbentuk bola sebagai pengganti tugu yang lama di lokasi yang lebih tepat 0 derajat, 0 menit, dan 0 detik Sementara lokasi lama setelah diukur ulang ternyata berada di titik 0 derajat, 0 menit, dan 3,809 detik lintang utara.
Agar lebih menarik wisatawan, dibangunlah selasar di antara kedua tugu tersebut dan di sisi kiri kanannya terdapat toko-toko yang menjual makanan minuman serta souvenir khas Pontianak. Selain itu juga dibangun teater di sekeliling tugu yang baru, serta tempat bermain anak tak jauh dari tugu tersebut. Di tugu yang baru ini kita bisa menikmati titik kulminasi pada tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September dimana matahari berada tepat di tengah garis tersebut sehingga tidak ada bayangan sama sekali.
Buat para travelers, waktu berkunjung yang paling tepat adalah pada tanggal-tanggal tersebut, karena menjadi peristiwa langka dan ada event setiap tahunnya untuk merayakan titik kulminasi tersebut. Namun bukan berarti tanggal lainnya juga tidak istimewa, karena pada hari lainpun tetap buka mulai dari jam 8 hingga jam 4 sore, hanya mungkin tidak akan mengalami hidup tanpa bayang-bayang seperti pada hari-hari itu.
Untuk berkunjung ke tugu khatulistiwa, kita bisa naik angkutan umum dari penyeberangan ferry di samping Taman Alun Kapuas, menuju pelabuhan Siantan, lalu dilanjutkan dengan angkutan umum ke arah Jungkat, atau bisa juga naik bis antar kota tujuan Singkawang, lalu turun di depan pintu masuk tugu khatulistiwa. Namun sebaiknya naik kendaraan sendiri atau ojek online agar lebih cepat sampai karena jaraknya hanya sekitar 10 kilometer dari pusat kota Pontianak. Secepat XL Axiata yang jaringannya telah terfiberisasi sehingga jaringan internetnya lebih stabil. #JaringanInternetStabil #Fiberisasi