ADAT & BUDAYA NUSANTARALatest

Ragam Tradisi Unik Ala Masyarakat Adat Kalimantan Timur

Tahap awal penggarapan calon Ibu Kota Negara (IKN) baru di kawasan Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur sudah mulai dilakukan. Sejak awal kabar pembangunan IKN ini menyeruak, berbagai hal yang berkaitan dengan Kaltim banyak mencuri perhatian.

Mulai dari pola kehidupan masyarakat lokal, potensi pariwisata, hingga kondisi alam dan lingkungan ramai diperbincangkan. Satu lagi hal yang tak luput dari perhatian, adalah kekayaan tradisi dan budaya yang dimiliki oleh masyarakat adat asli setempat, yakni masyakarat suku Dayak.

Terlebih, Kalimantan sendiri merupakan wilayah tanah air yang masih memiliki sebaran masyarakat adat terbesar di Indonesia Sehingga sudah pasti, berbagai tradisi dan budayanya sangat kental dan masih terus dijalani hingga saat ini.

Apa saja ragam tradisi atau upacara adat yang ada di Kalimantan Timur dan masih rutin dilakukan dari tahun ke tahun? Berikut beberapa di antaranya.

Ngehawa’k

Pernikahan tradisional suku Dayak | Jonh Fredrik Ulysses/Flickr

Jenis upacara adat pertama datang dari pelaksanaan yang membawa kebahagiaan, yakni pernikahan. Ngehawa’k merupakan suatu upacara simbolis yang digelar untuk penobatan calon pengantin dalam memasuki gerbang pernikahan.

Biasanya, upacara ini juga menyertakan hari pertemuan antara kedua keluarga mempelai pria dan wanita, dalam menentukan pemilihan hari dan tanggal perkawinan.

Yang menarik, pemilihan hari dan tanggal perkawinan dalam tradisi ngehawa’k biasanya disesuaikan dengan bulan hijriah yang baik. Lain itu, biasanya pelaksanaan upacara perkawinan tidak melewati bulan purnama.

Dalam pelaksanaan Ngehawa’k biasanya akan terlihat berbagai macam benda-benda adat bernilai yang banyaknya disesuaikan dengan permintaah pihak wanita.

Dijelaskan jika dalam upacara Nghawa’k secara garis besar ada empat tahapan ritual yang dilakukan, yakni badua salamat pengantin, bahias atau merias pengantin, maarak pengantik, dan batatai atau basanding.

Dahau

Selain pernikahan, upacara adat yang dimiliki masyarakat suku Dayak juga ada yang dikhususkan untuk menyambut kelahiran seorang bayi, lebih tepatnya upacara pemberian nama. Namun, bukan dilakukan oleh masyarakat umum, upacara ini biasanya digelar bagi kalangan keluarga keturunan bangsawan atau keluarga mampu dan terpandang di setiap wilayah.

Pasalnya upacata Dahau biasa digelar secara besar-besaran dan meriah. Bahkan keseluruhan ritualnya umum dilakukan selama kurun waktu satu bulan penuh. Keluarga penyelenggara atau keluarga orang tua pihak bayi biasanya akan mengundang warga suku Dayak dari berbagai wilayah. Sehingga tak heran jika hanya keturunan bangsawan dan keluarga mampu saja yang bisa menggelar upacara ini.

Dalam upacara Dahau, banyak dilakukan kegiatan ritual adat yang dibuat selama upacara ini berlangsung.

Belian

Upacara belian | Ezagren/Wikimedia Commons

info gambar

Belian adalah upacara adat berupa ritual penyembuhan yang biasa dilakukan suku Dayak di Kalimantan Timur untuk orang sakit. Mengenai pelaksanaannya, dibedakan lagi menjadi dua jenis yakni Belian Bawo dan Belian Sentiyu.

Belian Bawo merupakan upacara penyembuhan yang dipimpin seorang tabib perempuan. Peruntukkannya biasa dilakukan untuk pengobatan ringan seperti demam pada anak-anak. Sementara itu, Belian Sentiyu adalah upacara belian besar yang dipimpin oleh lebih dari satu orang tabib, pelaksanaannya juga biasa berlangsung hingga 4 hari 4 malam.

Sebelum pelaksanaan, disebutkan bahwa masyarakat akan terlebih dulu menyembelih beberapa ekor babi untuk diambil darahnya. Kemudian disiapkan patung-patung kecil yang melambangkan hantu pengganggu, ornamen janur, dan ramuan dari dadaunan sebagai alat ritual.

Mengutip penjelasan di laman Kebudayaan Kemdikbud, tabib yang memiliki pengetahuan dan dapat menyelenggarakan upacara belian disebut sebagai perantara yang dalam bahasa suku Dayak disebut Benuaq.

Dalam proses penyembuhannya, apabila ada seseorang jatuh sakit tabib yang dimaksud tidak pernah berusaha mencari tahu apa jenis atau nama penyakitnya. Melainkan selalu menyelidiki apa yang menyebabkan timbulnya penyakit tersebut.

Maka jika sudah diketahui penyebab penyakit, baru akan diusahakan penyembuhannya. Apabila suatu penyakit disebabkan karena kemarahan makhluk-makhluk halus, maka penyembuhan dilakukan dengan cara memohon maaf kepada makhluk-makhluk halus tersebut dengan memberikan saji-sajian dan pemujaan-pemujaan.

Namun jika suatu penyakit disebabkan oleh kesalahan orang yang menderita, maka pengobatan yang dilakukan adalah dengan upacara penghapusan dosa.

Nebe’e Rau dan Erau

Upacara Nebe’e Rau di masa kini | kutaibaratkab.go.id

info gambar

Kedua upacara adat ini merupakan tradisi yang berhubungan dengan kegiatan bercocok tanam masyarakat adat Dayak. Di mana Nebe’e Rau adalah upacara tahunan tanam padi, sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas ladang mereka yang bisa ditanami padi, dan berharap hasilnya berlimpah.

Sedangkah setelahnya, Erau adalah upacara adat yang biasanya juga dilakukan setahun sekali, sebagai ungkapan syukur kepada Sang Pencipta atas melimpahnya hasil panen.

Upacara Nebe’e Rau yang dikenal juga dengan sebutan upacara tanam padi biasanya diramaikan dengan berbagai macam tarian tradisional seperti Lali Uga’l yang merupakan tarian sakral. Kemudian ada juga tarian Hudo’q Apa’h dan tarian Henda’q Uling.

Konon ketiga tarian tersebut memiliki makna penceritaan peristiwa di masa lalu yang dijadikan cara untuk mengusir hama.

Setelahnya ketika panen sudah berhasil, akan dilakuakn upacara adat Erau yang berlangsung selama 40 hari 40 malam. Erau sendiri berasal dari kata ‘eroh’ yang bermakna keramaian pesta ria, secara umum dapat dimaknai sebagai pesta rakyat.

Dipercaya sudah ada sejak abad ke-13 Masehi, di masa kini Erau tak hanya menjadi upacara adat namun juga pesta rakyat yang dijadikan perhelatan di level internasional lewat Erau International Folklore and Art Festival (EIFAF).

———————-

Oleh : Siti Nur Arifa

Tinggalkan Balasan