Teuku Badruddin Syah, Penerus Dinasti Samudera Pasai Ke-21
Lewat kilang minyaknya di Tanah Rencong, Sultan Samudera Pasai Ke-21 bercita-cita ingin makmurkan masyarakat Aceh. Pengusaha yang bergerak di sektor migas ini menyatakan ingin masuk Surga dari pintu sedekah terungkap saat jaringan situs online Pariwisata Indonesia di bawah naungan Media PVK Grup mewawancarai Sultan Malik Teuku Haji Badruddin Syah. Yuk, simak wawancara lengkapnya!
* * * * *
Pendiri Samudera Pasai adalah Sultan Malikussaleh, dan menelusuri rekam jejak Kesultanan Pasai pertama atau Samudera Darussalam, para sejarawan bersumber dari Hikayat Raja-raja Pasai dan Sulalatus Salatin.
Didukung dengan peninggalan sejarah di masa lampau, termasuk dari adat istiadat dan budaya setempat yang masih dipertahankan oleh masyarakat pesisir Pantai Utara Sumatera sampai sekarang.
Kerajaan Islam pertama di Indonesia, kekuasaannya dimulai sejak 1267 sampai 1297, dan menilik ‘penabalan’ gelar “Meurah Silu”, karena Sultan Malikussaleh satu-satunya raja yang dianggap paling memahami makna Al-Quran di zaman itu.
Lantaran hal tersebut, semula ia bernama “Meurah Silu” akhirnya diberi gelar “Malikussaleh” yang dimaknai “Malik yang saleh”, dan menjadi wajar bila disebut sultan Islam pertama di Indonesia.
Seiring waktu, Samudera Pasai mengalami kemunduran. Salah satu sebab utamanya, karena ditaklukkan kerajaan Majapahit.
Meski begitu, Sultanah Malikah Nahrasyiyah (1406-1428) sebagai penerus dinasti Samudera Pasai keenam adalah pemimpin perempuan yang berhasil dalam membawa kerajaan tersebut kembali ke puncak kejayaan.
Itulah sekelumit pandangan Sultan Malik Teuku Haji Badruddin Syah Samudera Pasai Zhillullah Fil ‘Alam adalah penerus dari dinasti Samudera Pasai ke-21, yang dituturkannya kepada jaringan situs online Pariwisata di bawah naungan Media PVK Grup saat mengawali wawancaranya di bilangan Jakarta Selatan, Rabu (23/3/2022).
Berikut ini adalah Sultan dan Sultanah yang pernah memerintah di Kerajaan Samudera Pasai.
- Sultan Malikussaleh (1267-1297)
- Sultan Muhammad Malik az-Zahir I/Muhammad I (1297-1326)
- Sultan Mahmud Malik Az-Zahir/Ahmad I (1326-1345)
- Sultan Mansur Malik Az-Zahir II (1345-1349)
- Sultan Zainal Abidin I (1349-1406)
- Sultanah Malikah Nahrasyiyah (1406-1428)
- Sultan Zainal Abidin II (1428-1438)
- Sultan Shalahuddin (1438-1462)
- Sultan Ahmad II (1462-1464)
- Sultan Abu Zaid Ahmad III (1464-1466)
- Sultan Ahmad IV (1466-1466)
- Sultan Mahmud (1466-1468)
- Sultan Zainal Abidin III (1468-1474)
- Sultan Muhammad Syah II (1474-1495)
- Sultan Al-Kamil (1495-1495)
- Sultan Adlullah (1495-1506)
- Sultan Muhammad Syah III (1506-1507)
- Sultan Abdullah (1507-1509)
- Sultan Ahmad V (1509-1514)
- Sultan Zainal Abidin IV (1514-1517)
Profil Teuku Badruddin Syah
Pria berzodiak Aries yang akrab disapa Abu Turki oleh masyarakat Aceh adalah President Director PT Korina Refinery Aceh, CEO PT Kimco Citra Mandiri (KIMCO Group), dan President Director PT Wangsa Energi Prakarsa.
Kemudian aktif sebagai pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin), juga diminta untuk menjabat Wakil Ketua Umum Bidang Migas di bawah kepemimpinan Eddy Ganefo selaku Ketua Umum periode 2020-2025.
Selain itu, Teuku Badruddin Syah juga memiliki kekerabatan dengan tokoh-tokoh utama Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Di sisi lain, ayah tiga anak ini tetap ingin menjadi sosok pribadi “low profile” sekalipun diangkat bersaudara dengan Royal Family “Al Thani” yakni salah satu keturunan dari penguasa Qatar, yang namanya tercatat sebagai satu dari deretan orang-orang terkaya di dunia.
Terungkap saat wawancara, pertama, produksi kilang minyak terintegrasi milik suami Irmawati Sudrajat akan segera berdiri di bekas lahan ExxonMobil Oil Indonesia.
Lokasinya itu, persisnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe, dan digadang-gadang akan menjadi yang terbesar kedua di Indonesia setelah kilang minyak di Balongan.
Kedua, bercita-cita untuk memakmurkan masyarakat Aceh dan dengan izin Allah SWT ingin sekali diberikan kemudahan memperoleh Surga dari pintu sedekah.
Penabalan Gelar Sultan Malik Teuku Haji Badruddin Syah Samudera Pasai Zhillullah Fil ‘Alam
Sabtu (1/3/2022) lalu, pecinta motor besar ini menjalani samadiah, doa bersama, dan peusijuek, masih dilanjutkan lagi dengan acara inti yaitu santunan anak yatim dan tausiah.
Selepas berbagai prosesi adat Aceh dilakukan, Teuku Badruddin Syah diberikan pengesahan Pin Emas. Moment itu sekaligus menandai telah resmi sebagai penerus generasi Samudera Pasai ke-21.
Menilik waktunya, digelar bersamaan dengan acara Isra Mi’raj Nabi besar Muhammad SAW, dan penabalan gelar “Sultan Malik Teuku Haji Badruddin Syah Samudera Pasai Zhillullah Fil ‘Alam” dimaknai sebagai pelindung, naungan dan bayangan di mana rakyat Aceh dapat bernaung dan berlindung di bawah panji-panji kekuasaan Sang Sultan.
Makna berikutnya, sebagai bayangan Tuhan di alam, diharapkan sifat-sifat “Rahman dan Rahim” (kasih dan sayang), adil, bijaksana dari Sang Sultan turut memberikan ketentraman, kenyamanan dan kedamaian, juga sejahtera buat tanah dan negeri. Itulah makna dari gelar yang disematkan kepadanya guna melanjutkan sultan sebelumnya, yakni Sultan Zainal Abidin IV (1514-1517).
Acaranya tersebut dilangsungkan di Komplek Makam Sultan Malikussaleh, Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Di acara itu, sejumlah Ulama Kharismatik Aceh hadir memberikan dukungan, dan ikut mendoakan Abu Turki dalam memikul amanah sebagai Sultan Samudera Pasai ke-21.
Di antaranya: Abu Kuta Kreung (Tengku H. Usman Bin Tengku H. Ali), Abu Mudi Samalanga (Tengku H. Hasanoel Bashry bin H Gadeng), Waled NU (Nurruzahri Yahya Dauah Ummul Ayman) Samalanga , Abi Lampisang (Tengku Ahmad Tajuddin Dayah Al Muhajirin) Seulimuem, Aceh Besar , Habib Harits dari Tgk Di Anjong ,Abu Busthomi Tareqat Syatarriyah Naqsabandiyah dan Abu Hanafiah (Abu Piah) Lhokseumawe Aceh Utara.
Turut hadir pula di kesempatan itu, antara lain: Walikota Langsa, Usman Abdullah; Kabag Ops Polres Aceh Utara, Wakapolres Lhokseumawe; Danramil serta Camat Samudera, dan masih banyak lagi lainnya.
Tujuan Kesultanan Samudera Pasai saat sekarang
Kesultanan Samudera Pasai dalam konteks kekinian, bertujuan untuk memotivasi masyarakat Aceh atas dasar ilmu Tuhan 4 yakni mempelajari “Tarekat, Tasawuf, Fiqih dan Mantiq”.
Hal tersebut sebagai dasar untuk memahami ajaran Islam lebih mendalam, termasuk mempelajari adat dan budaya Samudera Pasai, serta menghormati adat dan adab indatu leluhur Samudera Pasai agar tetap lestari, maupun merawat peninggalan-peninggalan para indatu terdahulu.
Lebih lanjut, katanya, juga untuk mempersatukan kembali nasab keturunan pewaris Kesultanan Samudera Pasai di Aceh secara khusus, dan seantero dunia pada umumnya. Dalam penjelasannya, tak sedikit putra daerah asal Aceh masih menetap di luar negeri.
Sambungnya, dengan mempelajari kembali sanad keilmuan Sultan Malikussaleh. Setidak-tidaknya, untuk mengingatkan publik di tanah air bahwa Islam masuk pertama kali ke nusantara dimulai dari Samudera Pasai.
Selanjutnya, Islam makin lama terus berkembang pesat hingga penyebarannya sampai ke Tanah Jawa yang dibawa oleh Wali Songo, juga sampai ke Asia Tenggara.
Dari uraian tersebut, Sultan Aceh ke-21 ingin meyakinkan, dengan demikian kerajaan Samudera Pasai telah memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap studi Islam di Nusantara dan di Asia Tenggara.
Sultan Samudera Pasai ke-21 berharap, sifat-sifat kemuliaan yang dimiliki Sultan Malikussaleh semoga memberikan sikap teladan bagi kita bersama agar terbentuk “Rahman dan Rahim” atau kasih dan sayang, adil, bijaksana yang bisa memberikan ketentraman, kenyamanan dan damai sejahtera tanah dan negeri dalam kehidupan sehari- hari.
Sehingga, nantinya, akan lahir kembali peradaban Samudera Pasai sebagai bentuk kecintaan rakyatnya kepada Sang Indatu, Sultan Malikussaleh sebut dia.
Visi dan Misi Sultan Samudera Pasai ke-21
Teuku Badruddin Syah bercita-cita ingin menjadikan Aceh kuat secara ekonomi melalui pendekatan adat dan budaya, juga kembali menguatkan posisi Islam di Bumi Serambi Mekkah agar tercipta negeri yang “Rahmatan Lil Alamin”.
Saat ditanyakan tentang apa yang dirasakannya ketika menjadi Sultan Samudera Pasai ke-21, Abu Turki menjawabnya, ini adalah sebuah tanggung jawab dan amanah yang harus dijalankannya. Meski begitu akan selalu ada pula yang pro dan kontra.
Menyoroti hal tersebut, kata dia, itu adalah hal biasa. Selama niatnya baik, maka tak perlu cemas dan terus saja menatap masa depan Aceh untuk menjadi lebih baik.
Menyaksikan kondisi tanah kelahirannya sekarang-sekarang ini, ia meyakini bahwa pendekatan pembangunan ekonomi harus melalui adat dan budaya. Sandainya dibangun berdasarkan pendekatan politik, maka itu akan memunculkan konflik kepentingan.
Apalagi bila ekonomi di Aceh dibangun berdasarkan kooptasi politik, sudah tentu akan membawa Aceh menjadi lebih miskin dan tidak akan maju-maju, malah pembangunan Bumi Darussalam bakal mengalami stagnasi.
Ditambahkannya, Aceh sejak dulu sudah terkenal kaya terutama saat di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Kini, Aceh jadi provinsi termiskin di Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Abu Turki memaparkan sejumlah alasan. Mengawalinya ia menyebutkan, karena Umara dan Ulama tidak bejalan beriringan.
Menurutnya, Sultan Malikussaleh dan Sultan Iskandar Muda dalam memerintah kesultanannya selalu didampingi oleh seorang atau beberapa Qadin Malikul Adil (penasehat dalam bidang agama).
Mereka bertugas untuk memberi nasehat buat sultan dan memberikan putusan-putusan kepada sultan, serta mengingatkan sultan jika ditemukan kebijakan-kebijakan yang menyimpang. Atas dasar itu, ia menilai sangat wajar bila Aceh mencapai masa keemasannya di zaman tersebut.
Songsong masa depan Aceh lebih baik, ini sejumlah langkah strategis yang akan ditempuh Sultan Samudera Pasai ke-21
Pertama, ia ingin mempersatukan wareh/nasab/garis keturunan yang bertalian darah yang telah tercerai berai untuk kemudian diajak bersatu dalam membangun Aceh.
Wabilkhusus, penguatan di bidang ekonomi, dan Abu Turki juga menceritakan tentang sejumlah peternak sapi yang sukses di Australia disebutnya merupakan keturunan Samudera Pasai dan sudah menyatakan kepada dirinya, bahwa mereka akan membantu dalam mengembangkan dan memakmurkan Aceh.
Kedua, dalam berbagai kesempatan, baik di majelis taklim, di masjid, maupun di pengajian lainnya, ia bertekad buat diri dan keluarganya untuk kembali pada tuntunan dan syariat yang diajarkan dalam agamanya dengan meneladani dan menjaga perilaku sesuai dengan akhlak Rasulullah atau Ahlusunnah Wal Jamaah.
Yaitu, menjadi penjaga sunah Nabi Muhammad SAW, dan jangan ditiru ideologi aliran kebudayaan luar, namun bila hal itu bisa memberikan kebaikan silakan diambil dan begitu juga sebaliknya.
Sebab, dampak buruk dari infiltrasi budaya asing, manakala kearifan lokal setempat tidak diperkuat dan tak dijaga untuk tetap lestari.
Penerus dinasti Samudera Pasai yang baru dilantik ini dengan tegas mengatakan, bila hal tersebut dibiarkan akan memberi dampak langsung terhadap adat dan budaya Aceh yang kian lama makin tergerus di makan zaman.
Ketiga, Kesultanan Aceh tetap berada di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lalu, adat dan budaya Aceh harus mampu melapisi ‘NKRI’.
—————————————-
Pewarta : Erwin Herlambang, Umi Kalsum (PariwisataIndonesia.id)
Editor : I Gusti Bagus WS