Mengenal 5 Tradisi Unik Ciri Khas Betawi
Betawi merupakan salah satu suku di Indonesia yang mempunyai beragam tradisi yang unik. Suku Betawi mayoritas penduduknya bertempat tinggal di DKI Jakarta, sebagian lainnya ada di pinggiran kota seperti Bekasi, Depok, dan Tangerang.
Salah satu tradisi yang dimiliki Suku Betawi yang masih lestari, salah satunya saat menyambut Bulan Suci Ramadhan yaitu Nyorog. Nyorog merupakan tradisi membawa makanan dan bingkisan kepada sanak saudara serta tokoh tertua yang ada dalam keluarga masyarakat Betawi.
Berikut macam-macam tradisi unik lainnya khas Suku Betawi yang sepatutnya terus dilestarikan:
1. Nyorog
Dalam tradisi nyorog, makanan yang dibawakan oleh orang yang lebih muda kerumah saudaranya yang lebih tua atau yang dituakan. Nyorog lazimnya dilakukan sepekan sebelum puasa. Mereka yang datang biasanya membawa bingkisan berupa sembilan bahan pokok (sembako) seperti telur, gula, kopi beras, atau makanan siap saji.
Tujuan dari tradisi nyorog yakni sebagai ajang silaturahmi antar sanak saudara serta menghormati keluarga atau tokoh-tokoh yang dituakan. Tradisi nyorog sebenarnya tak melulu dilakukan menjelang bulan Ramadhan tiba. Tradisi tersebut juga biasa dilakukan dalam acara pernikahan adat Betawi. Namun mirisnya, tradisi tersebut hampir punah di era millenial sekarang ini.
2. Ondel-Ondel
Ondel-ondel merupakan ikon DKI Jakarta yang tentunya memiliki sejarah panjang. Diketahui, ondel-ondel sudah ada sejak abad 16. Sejak itu, ondel-ondel mulai dikenal sebagai boneka raksasa yang diarak warga dari kampung untuk mengusir roh jahat dan harus menjalani proses ritual menyambangi makam kramat.
Ondel-ondel kini banyak digunakan sebagai sarana warga untuk mengamen dan menjadi tontonan dianggap merendahkan budaya Betawi. Padahal, sebelumnya ondel-ondel dianggap sebagai boneka sakral yang tak bisa digunakan oleh sembarang orang.
3. Tanjidor
Dahulu, tanjidor sering dimainkan untuk mengiringi atau mengarak pengantin. Diketahui, alat musik khas Betawi ini sudah ada sejak tahun 1600an. Tanjidor juga merupakan peninggalan kuno Portugis dan Belanda yang mesti dilestarikan.
Alat musik ini bisa dimainkan oleh 7 hingga 10 orang pemain musik. Para pemain tanjidor biasanya mengenakan pakaian seragam. Seragam yang dikenakan para pemain tanjidor yakni berupa pakaian tradisional Betawi seperti peci, sarung yang dikenakan di pundak, serta aksesoris betawi lainnya.
Namun, kini tanjidor sudah cukup jarang ditemui kecuali pada acara pernikahan atau hajatan masyarakat Betawi yang masih menggunakan adat tradisional. Padahal, di negara asalnya tanjidor masih digunakan untuk mengiringi pesta Santo Gregorius.
4. Silat Beksi
Silat Beksi Betawi merupakan salah satu jenis pencak silat khas Indonesia yang masih banyak ditekuni hingga saat ini. Jurus ini diperkenalkan oleh seorang Tionghoa yang bernama Lie Ceng Oek dan jurus tersebut dibei nama Bie Sie, namun akhirnya berubah menjadi Beksi karena logat masyarakat Betawi saat itu.
Ada juga yang mengartikan Bek artinya pertahanan dan Sie artinya empat, yang berarti pertahanan empat arah. Diketahui, silat Betawi pun pernah menjadi alat perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajah di jaman pra kemerdekaan.
Orang dengan keahlian silat yang tinggi akan dipanggil dengan sebutan jawara dan sangat disegani oleh banyak orang. Belajar bela diri bagi anak-anak betawi menjadi hal yang wajib, sama wajibnya dengan belajar mengaji. Para jawara saat itu banya dibekali ilmu agama, karena kekuatan bukan hanya melalui ketahanan fisik, namun juga kekuatan batin. Kini eksistensinya hanya sebagai pelengkap upacara pernikahan dan pentas budaya.
BACA JUGA : MENGENAL PERMAINAN GOBAK SODOR
5. Lenong
Lenong merupakan kesenian teater tradisional khas Betawi. Jumlah pemain teater ini tidak lebih dari 10 orang dan tentunya wajib menggunakan dialog bahasa Betawi. Pada saat pertunjukan, pemain lenong ini sesekali melontarkan adu pantun sehingga menimbulkan keunikan jalan ceritanya. Biasanya lenong diiringi menggunakan gambang kromong sebagai iringan musiknya.
Eksistensi lenong sempat terjun bebas hingga kembali bangkit dan dipopulerkan oleh tayangan televisi pada 1970. Untuk membawakan sebuah pertunjukan lenong, para pemainnya harus melakukan ungkup yakni sebuah upacara khusus yang berisikan doa dan sesaji. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia mengenal lenong hanya sebatas pertunjukan teater yang menggelitik perut penonton.
Sumber : Okezone